Bismillahirrahmanirrahim
Siang
itu pesawat beberapa menit lagi akan
lepas landas. Saya sedikit was-was. Diri ini sudah duduk rapih di kursi
pesawat. Sementara, kami masih menunggu dua orang teman. Duh, di manakah
mereka? ucap diri ini dalam hati.
Saya
memiringkan sedikit kepala kea rah pintu. Dua orang terlihat terengah-engah memasuki
pesawat dan menuju kea rah di mana diri ini duduk. Itulah dua teman yang kami
tunggu. Temanku yang akan berangkat bersama ke Jakarta menggunakan pesawat
terbang. Inilah kali pertama saya bepergian dengan kendaraan ini.
Excited, takut, dan tegang bercampur
menjadi satu. Diri ini pun memperhatikan gerakan pramugari yang memperagakan
hal-hal penting yang harus diketahui sebelum penerbangan dilakukan. Lalu,
mencoba memasang seat belt dan
akhirnya dibantu oleh teman duduk. Sungguh memalukan, tapi maklumlah ini adalah
pengalaman pertama.
Sesampainya
di Bandara, Langsung saja kami menuju pengambilan barang. Meski hanya empat
hari, namun koper kecil menjadi pilihan untuk menyimpan barang bawaan. Kali ini
kami akan menuju ke suatu tempat di Jakarta.
Sepanjang
perjalanan dari Bandara menuju ke Taman Mini Indonesia, saya hanya melihat
berbagai pohon dan tanda-tanda jalan. Kadang kala atap rumah atau
gedung-gedung. Selain itu, otak ini tak mampu lagi melihatnya. Ini sudah lama
sekali, kira-kira Sembilan tahun yang lalu.
Taman
Mini merupakan tempat berkumpulnya rumah-rumah adat se-Indonesia. Itulah pengetahuan
yang saya miliki kala itu. Meski tak sempat meng-ekplore tempat ini secara
keseluruhan karena ada kegiatan seminar
yang kami ikuti di sana. Namun, paling tidak dapat meihat-lihat beberapa rumah
adat yang sebelumnya tak pernah terbayangkan.
Kali
kedua ke Kota ini, masih dengan sebuah
kegiatan. Diri ini terpilih sebagai salah satu pemuda untuk mewakili Sulawesi
Selatan dalam mengikuti kegiatan Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia yang
diadakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kegiatan inilah, kami
diperkenalkan berbagai wisata sejarah yang ada di Ibu Kota.
Inilah
saat di mana saya melihat sisi lain dari Kota Jakarta. Betapa banyak tempat
bersejarah di sini. Mulai dari Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Museum
Nasional, Museum Kebangkitan Nasional, dan Kota Tua. Ingin sekali waktu itu
melihat Monumen Nasional (MONAS) namun tak sempat lagi karena diburu oleh waktu
untuk menyelesaikan kegiatan kami.
Lalu,
saya diminta lagi untuk menghadiri training selama tiga hari di Jakarta. Karena
merasa sudah pernah ke Kota ini sebelumnya, saya memutuskan untuk pergi walau
sendiri. Banyak yang berpendapat bahwa itu agak sediit berbahaya. Namun, tak
apalah, tak ada salahnya menambah pengalaman.
Pada
kesempatan ini, saya pun melakukan
segalanya sendiri dengan bermodalkan alamat yang dituju , kendaraan yang dapat
digunakan, serta nomor HP yang dapat dihubungi. Tak ragu, saya menaiki mobil
Damri yang akan mengantar ke terminal akhir. Waktu itu saya mulai sedikit
was-was, karena bus damri yang saya tumpangi sampai pukul 9 malam.
Saya
pun turun dari damri. Seseorang supir taxi menghampiri yang dapat dikenali dari
baju seragam yang dikenakannya.
“Mau
kemana neng?” ucap lelaki supir itu.
“ Saya
mau ke sini” saya menyebutkan sebuah alamat waktu itu.
“Wah
kalau ke sini, 150 ribu neng” lanjutnya.
“Wah
maham sekali pak, 50 ribu aja” ucapa saya.
“Tidak
bisa neng. Kalau tidak mau ya sudah” ia pun tak acuh lalu duduk di sebuah batu
yang terletak di pinggir jalan terminal.
Orang
kedua lalu menghampiri dan proses tawar menawar pun terjadi. Kami akhirnya
bersepakat untuk membayar 35 ribu rupiah fix namun harus menunggu hingga jam 10
malam. Katanya sih untuk menghindari macet karena katanya saat ini jalannan
masih padatnya. Waktu pukul 10.30 malam, kami pun berangkat. Ia tetap
menyalakan argonya. Dalam perjalanan kami, ia pun mulai membuka percakapan dan melontarkan
pertanyaan kepada saya.
“Mbak
dari mana?” tanyanya.
“Saya
dari Makassar, Pak” jawab diri ini singkat.
“Wah!
Orang Makassar katanya galak-galak ya mbak, apalagi yang ceweknya” ujarnya.
Dalam hati “oh ya?”
“Saudara
saya istrinya orang Makassar katanya galak mba” lanjut si bapak sopir. Hahahhaa.. saya hanya bisa tersenyum
sama si bapak padahal dalam hati tertawa.
Tak
banyak kata yang keluar dari mulut ini. Jemari ini sibuk memaikan jari di atas
keyboard HP untuk menanyakan jalan dan alamat pasti rumah teman saya. Meski
sempat nyasar dan si bapak mulai ngoceh. Akhirnya alamatnya ketemu juga. Argo
menunjukkan angka Rp. 32.000, -. Untunglah tadi saya hanya menawarkan 35 ribu
rupiah. Jadi tidak rugi-rugi amatlah.
Di
lain waktu, harus kembali lagi ke Ibu Kota. Kali ini dapat beasiswa belajar
bahasa inggris gratis selama satu bulan. Bersama beberapa teman lainnya, kami
ditempatkan dalam satu rumah kos-kosan yang dekat dengan tempat les. Berjalan
setiap pagi dan menjalani aktifitas kelas dari jam 10 pagi hingga jam 4 sore.
Karena ini adalah kewajiban, kami tak boleh protes tentang jadwal belajar
karena sudah menyanggupi sebelumnya.
Di
sini lah saya mulai merasakan kehidupan layaknya orang Jakarta. Tepatnya di
Jakarta Selatan. Yang terlihat hanyalah gedung-gedung tinggi. Terik matahari
dan udara panas bahkan di waktu subuh.
Karena
uang saku belum keluar, kami makan dengan hematnya. Setiap pagi, bersama teman
kamar, saya makan di salah satu warteg terdekat. Kadang kala kami membungkusnya
ke tempat les. Karena cukup melelahkan bila harus naik turun dan berjalan kaki
keluar untuk mencari makanan murah di sekitar gedung perkantoran. Apalah daya,
saya dan teman saya hanyalah seorang penganguran yang beruntung mendapatkan
beasiswa belajar TOEFL iBT selama sebulan.
Dengan
segala pengalaman ini, tinggal di Jakarta memang penuh tantangan. Apalagi jika
diri ini tak terbiasa dengan segala hiruk pikuk kota, polusi udara, dan
kepadatan kendaraan setiap hari. Meski begitu, saya sangat bersyukur atas
segala pengalaman ini. Masih ada pengalaman lainnya yang mengantarkan ini bisa
melihat Monas dari dekat meski belum bisa masuk di dalamnya. Mungkin suatu saat
bersama teman atau pasangan tercinta (^^)
Tulisan ini diikutkan dalam #BPN30DayChallenge2018
#bloggerperempuan #Day15
Alhamdulillahirabbil`alamin
Makassar-Barombong,
4 Dessember 2018, 11:48PM!
Kalau boleh tau beasiswanya dari lembaga mana Kak?
BalasHapusBeasiswanya dari Fulbright Scholarship kak. Meski saya failed pas test akhir TOEFL iBT tapi alhamdulillah banget bisa dapat kesempatan langka ini. :)
Hapus