Rabu, 05 Desember 2018

Memoar di Kota Jakarta

Bismillahirrahmanirrahim

Siang itu pesawat beberapa menit  lagi akan lepas landas. Saya sedikit was-was. Diri ini sudah duduk rapih di kursi pesawat. Sementara, kami masih menunggu dua orang teman. Duh, di manakah mereka?  ucap diri ini dalam hati.

Saya memiringkan sedikit kepala kea rah pintu. Dua orang terlihat terengah-engah memasuki pesawat dan menuju kea rah di mana diri ini duduk. Itulah dua teman yang kami tunggu. Temanku yang akan berangkat bersama ke Jakarta menggunakan pesawat terbang. Inilah kali pertama saya bepergian dengan kendaraan ini.

Excited, takut, dan tegang bercampur menjadi satu. Diri ini pun memperhatikan gerakan pramugari yang memperagakan hal-hal penting yang harus diketahui sebelum penerbangan dilakukan. Lalu, mencoba memasang seat belt dan akhirnya dibantu oleh teman duduk. Sungguh memalukan, tapi maklumlah ini adalah pengalaman pertama.

Sesampainya di Bandara, Langsung saja kami menuju pengambilan barang. Meski hanya empat hari, namun koper kecil menjadi pilihan untuk menyimpan barang bawaan. Kali ini kami akan menuju ke suatu tempat di Jakarta.

Sepanjang perjalanan dari Bandara menuju ke Taman Mini Indonesia, saya hanya melihat berbagai pohon dan tanda-tanda jalan. Kadang kala atap rumah atau gedung-gedung. Selain itu, otak ini tak mampu lagi melihatnya. Ini sudah lama sekali, kira-kira Sembilan tahun yang lalu.

Taman Mini merupakan tempat berkumpulnya rumah-rumah adat se-Indonesia. Itulah pengetahuan yang saya miliki kala itu. Meski tak sempat meng-ekplore tempat ini secara keseluruhan karena ada kegiatan  seminar yang kami ikuti di sana. Namun, paling tidak dapat meihat-lihat beberapa rumah adat yang sebelumnya tak pernah terbayangkan.

Kali kedua ke Kota ini, masih dengan  sebuah kegiatan. Diri ini terpilih sebagai salah satu pemuda untuk mewakili Sulawesi Selatan dalam mengikuti kegiatan Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam kegiatan inilah, kami diperkenalkan berbagai wisata sejarah yang ada di Ibu Kota.

Inilah saat di mana saya melihat sisi lain dari Kota Jakarta. Betapa banyak tempat bersejarah di sini. Mulai dari Museum Bank Indonesia, Museum Fatahillah, Museum Nasional, Museum Kebangkitan Nasional, dan Kota Tua. Ingin sekali waktu itu melihat Monumen Nasional (MONAS) namun tak sempat lagi karena diburu oleh waktu untuk menyelesaikan kegiatan kami.

Lalu, saya diminta lagi untuk menghadiri training selama tiga hari di Jakarta. Karena merasa sudah pernah ke Kota ini sebelumnya, saya memutuskan untuk pergi walau sendiri. Banyak yang berpendapat bahwa itu agak sediit berbahaya. Namun, tak apalah, tak ada salahnya menambah pengalaman.

Pada kesempatan ini,  saya pun melakukan segalanya sendiri dengan bermodalkan alamat yang dituju , kendaraan yang dapat digunakan, serta nomor HP yang dapat dihubungi. Tak ragu, saya menaiki mobil Damri yang akan mengantar ke terminal akhir. Waktu itu saya mulai sedikit was-was, karena bus damri yang saya tumpangi sampai pukul 9 malam.

Saya pun turun dari damri. Seseorang supir taxi menghampiri yang dapat dikenali dari baju seragam yang dikenakannya.
“Mau kemana neng?” ucap lelaki supir itu.
“ Saya mau ke sini” saya menyebutkan sebuah alamat waktu itu.
“Wah kalau ke sini, 150 ribu neng” lanjutnya.
“Wah maham sekali pak, 50 ribu aja” ucapa saya.
“Tidak bisa neng. Kalau tidak mau ya sudah” ia pun tak acuh lalu duduk di sebuah batu yang terletak di pinggir jalan terminal.

Orang kedua lalu menghampiri dan proses tawar menawar pun terjadi. Kami akhirnya bersepakat untuk membayar 35 ribu rupiah fix namun harus menunggu hingga jam 10 malam. Katanya sih untuk menghindari macet karena katanya saat ini jalannan masih padatnya. Waktu pukul 10.30 malam, kami pun berangkat. Ia tetap menyalakan argonya. Dalam perjalanan kami, ia pun mulai membuka percakapan dan melontarkan pertanyaan kepada saya.

“Mbak dari mana?” tanyanya.
“Saya dari Makassar, Pak” jawab diri ini singkat.
“Wah! Orang Makassar katanya galak-galak ya mbak, apalagi yang ceweknya” ujarnya. Dalam hati “oh ya?”
“Saudara saya istrinya orang Makassar katanya galak mba” lanjut si bapak sopir. Hahahhaa.. saya hanya bisa tersenyum sama si bapak padahal dalam hati tertawa.

Tak banyak kata yang keluar dari mulut ini. Jemari ini sibuk memaikan jari di atas keyboard HP untuk menanyakan jalan dan alamat pasti rumah teman saya. Meski sempat nyasar dan si bapak mulai ngoceh. Akhirnya alamatnya ketemu juga. Argo menunjukkan angka Rp. 32.000, -. Untunglah tadi saya hanya menawarkan 35 ribu rupiah. Jadi tidak rugi-rugi amatlah.

Di lain waktu, harus kembali lagi ke Ibu Kota. Kali ini dapat beasiswa belajar bahasa inggris gratis selama satu bulan. Bersama beberapa teman lainnya, kami ditempatkan dalam satu rumah kos-kosan yang dekat dengan tempat les. Berjalan setiap pagi dan menjalani aktifitas kelas dari jam 10 pagi hingga jam 4 sore. Karena ini adalah kewajiban, kami tak boleh protes tentang jadwal belajar karena sudah menyanggupi sebelumnya.

Di sini lah saya mulai merasakan kehidupan layaknya orang Jakarta. Tepatnya di Jakarta Selatan. Yang terlihat hanyalah gedung-gedung tinggi. Terik matahari dan udara panas bahkan di waktu subuh.

Karena uang saku belum keluar, kami makan dengan hematnya. Setiap pagi, bersama teman kamar, saya makan di salah satu warteg terdekat. Kadang kala kami membungkusnya ke tempat les. Karena cukup melelahkan bila harus naik turun dan berjalan kaki keluar untuk mencari makanan murah di sekitar gedung perkantoran. Apalah daya, saya dan teman saya hanyalah seorang penganguran yang beruntung mendapatkan beasiswa belajar TOEFL iBT selama sebulan.

Dengan segala pengalaman ini, tinggal di Jakarta memang penuh tantangan. Apalagi jika diri ini tak terbiasa dengan segala hiruk pikuk kota, polusi udara, dan kepadatan kendaraan setiap hari. Meski begitu, saya sangat bersyukur atas segala pengalaman ini. Masih ada pengalaman lainnya yang mengantarkan ini bisa melihat Monas dari dekat meski belum bisa masuk di dalamnya. Mungkin suatu saat bersama teman atau pasangan tercinta (^^)

Tulisan ini diikutkan dalam #BPN30DayChallenge2018 #bloggerperempuan #Day15

Alhamdulillahirabbil`alamin

Makassar-Barombong,

4 Dessember 2018, 11:48PM!

2 komentar:

  1. Kalau boleh tau beasiswanya dari lembaga mana Kak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beasiswanya dari Fulbright Scholarship kak. Meski saya failed pas test akhir TOEFL iBT tapi alhamdulillah banget bisa dapat kesempatan langka ini. :)

      Hapus

Terima kasih sudah mampir. Semoga bisa bermanfaat selalu :) Amin.
Jangan lupa komentarmu ya, karena komentarmu adalah semangatku untuk terus berbagi ^^)

Komentar yang mengandung SARA, link hidup, dan spamming akan dihapus ya.. Terima kasih atas perhatiannya :)