Matahari

Bismillahirrahmnirrahim.

Sore ini saya dan kakak berencana mengunjungi rumah saudara. Kami baru saja bercakap-cakap dengan ayah via telfon. Ayah menyuruh kami ke sana untuk menghadiri acara sepupu kami. Ayah memang sosok yang sangat peduli dengan silaturahim. Jika ada undangan, ia akan mengusahakan untuk datang. Bahkan jika ia tahu temannya akan mengadakan suatu acara atau pesta, beliau akan sangat senang untuk hadir disana.

Kali ini ayah tak sempat hadir. Ia menelfon semua anaknya untuk datang mewakili beliau. Beliau tak sempat ke Makassar. Ia punya banyak urusan. Kami pun anak-anaknya saling menelfon dan berencana untuk pergi. saya dan kakak tak tahu tempatnya. Oleh sebab itu, kami mengunjungi rumah kakakku yang satunya. Kami pun menuju ke Antang. Beliau tinggal tak jauh dari rumah sepupu kami itu.

Perjalanan sore ini, matahari terlihat menyilaukan. Hampir rasanya diri ini tak bisa melihat. Kulit pun juga masih tersengat hangatnya matahari. Namun, berkat izin-Nya, saya masih bisa melihat jalan-jalan walau dengan samar-samar. Mata ini pun di buat sesipit mungkin. Walau tak berlangsung lama, namun mengingatkanku pada suatu hal.

Tiba-tiba saja aku teringat tentang kejadian di pdang mahshar nanti. Bagaimanakah sengatan matahari? Dikisahkan bahwa matahari berada sejengkal di atas kepala. Oh, bagaimanakah panasnya nanti? Bisa-bisa menghanguskan tubuh. Yang jauh saja, sudah mampu menyengat dan membuat kulit terasa panas. Apalagi yang sejengkal?

Oh Ya Rab… Berilah syafaatMu. Selamatkanlah kami di akhirat kelak ketika kebangkitan datang. Sungguh kami bergantung padaMu. Ampunilah segala khilaf dan salah. Dekatkanlah kami dengan-Mu sebelum hari dimana tak ada lagi pengampunan. Hari dimana sholat tak ada lagi gunanya. Karena waktunya untuk hari perhitungan… Ya.. Allah… Ampunilah kami..

Alhamdulillahirabbil`alamin ^^

Makassar, 16 Mei 2015